Ini alasan kenapa aku gak berkerja di sektor Formal

Ryan saat prakerin

Bekerja di sektor formal memang jadi idaman bagi semua orang, sektor formal memberikan jaminan yang lebih standar. Kita mendapatkan gaji, insentif tunjangan, serta fasilitas untuk bekerja. Tapi untuk bekerja di sektor formal, butuh persiapan yang sangat matang.

Di mulai di bangku sekolah dasar, kita harus benar-benar belajar, nggak hanya mengandalkan skill kurikulum yang ada di sekolah, tapi juga mengikuti kegiatan belajar eksternal entah itu belajar di rumah, ekstrakurikuler, maupun bimbingan belajar.

Nah, saya sendiri sejak SD sudah kesulitan finansial. Kesulitan finansial ini benar-benar di rasakan, dimana saya menjadi orang terakhir yang membeli buku LKS, tidak bisa ikut kegiatan ekstrakurikuler ( yang berbayar ), dan juga terkadang punya masalah dalam pemenuhan nutrisi dan gizi.

Saya tumbuh dengan kondisi gigi yang tidak rata, ukuranya besar-besar, dan sangat jarang melakukan pemeriksaan kesehatan gigi. Orang tua saya benar-benar tidak peduli dengan kondisi kesehatan anaknya, sampai pada akhirnya banyak banget gigi yang bolong, keropos, gigi hitam dan sebagainya.

Dan gigi adalah masalah kesehatan, salah satu faktor untuk masuk ke sektor formal adalah kondisi kesehatanya baik. Nah saya malah mengalami banyak banget kondisi kesehatan, mulai dari struktur gigi tidak rata, gigi berlubang, sering sakit ( demam muntah ) dalam setahun 2-3x sakit, dan pada tahun 2019 saya di diagnosa mengalami gangguan telinga yang di sebut OMSK ( titis media sapuratif kronis ).

Walaupun nyatanya sehat-sehat aja, tubuhku jaga tidak terlalu sehat secara fisik. Hal ini di buktikan dengan lari keliling lapangan, 150 Meer di taman adipura Muara Enim, saya cuma dapet 1 keliling dalam waktu lebih dari 10 menit. Sangat lama waktu nya, dan ini menunjukan kalau fisik saya gak terlalu kuat.

Masalah kesehatan menjadi tantangan utama, dan rasa tidak percaya diri bisa bekerja di sektor formal. Kalau bisa aku paling mau bekerja di sektor pertambangngan, perbengkelan, atau IT Enginering. Tapi karena minimum requirementsnya mencari orang yang sehat secara jasmani maka aku sudah otomatis ter-eliminasi disini.


Lalu satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan adalah ngoding, jadi aku full ngoding mencari client dgn harga budget mulai dari 150rb s/d 500rb per client. Waktu pengerjaan lebih lama daripada dokter gigi, aku bekerja sehari sampai 3 hari baru bisa dapat uang.

Selain itu, aku juga pernah mencoba konten creator youtube. Tapi gagal, karena nggak punya ilmu pengetahuan apapun yang bisa di bagikan, intinya aku sudah gagal menjaga sistemm kesehatan tubuh dari kecil. Ini bukan salahku sendiri, tapi karena kondisi finansial orang tua sangat kurang, hingga aku kurang mendapatkan akses penuh terhadap layanan kesehatan.

Gigi berlubang, OMSK, dan MAAG/Lambung menjadi masalah utama dan penyakit berulang yang aku alami. Kelihatanya sih sehat-sehat, secara fisik aku lemah, secara pendengaran aku kurang, secara penampilan aku kurang, kalau aku senyum orang malah mengejek bukanya tampil manis/imut malah jelek banget.

Jadi selama itu aku lebih suka menyendiri, daripada ikut bersama orang lain. Karena aku sadar, aku bukan siapa-siapa, bukan orang penting, nggak punya uang, juga punya kekurangan. Nggak mungkin aku harus berharap terus mendapat di kasihani, aku bakalan berbaur dgn mereka kalau aku punya sesuatu.

Bahkan pengalaman hidupku lebih rendah daripada temen-temen, aku nggak pernah jalan-jalan, jarang jajan, nggak pernah ke dokter gigi, nggak pernah main games yang di mainin sama temen-temen, jadi gak punya cerita yang bisa di bahas, jadinya aku lebih full diam daripada ngobrol bersama teman.

Orang2 di sekitarku berfikir kalau aku sebenarnya pendiam, padahal nggak. Kalau ada topik yang bisa aku kuasai, aku paling banyak bicara, tapi karena pengalaman itu minim, jadi nggak ada apapun yang aku kuasai sekarang. Satu-satunya aku bergantung pada full stack developer dan content creator.

Aku menulis artikel, membuat video, kemudian di gunakan untuk menawarkan produk. Semau artikel, dan video yang aku produksi semuanya berkualitas rendah banget. Channel youtube ku udah 3 tahun, baru mendapatakn 779 Subcriber bayangkan betapa tidak berkualitas nya konten. Isinya random, hanya berisi panduan cara membuat sesuatu atau review produk yang belum pernah di beli oleh orang2.

Sementara artikel blog membahas isi daily live, kadang aku bahas review layanan, membahas opini, dan terkadang aku mempromosikan produk berbasis affiliates. Aku hidup dari sini dan mendapatkan uang 100-200rb per hari, dan nggak tahu apakah ini bisa terus membuat aku mendapatkan uang atau akan mati di telan waktu.

Soalnya sudah lahir ERA AI, dimana banyak orang sudah bisa ngoding sendiri. Jarang ada yang butuh jasa koding, jarang banget ada yang mau pesan web apps dengan budget yang normal idealnya mereka harus bayar 10-20jt untuk pembuatan.

Aku punya keinginan dan hobi dalam bidang sains dan telnologi, sejak kecil suka banget membaca artikel mengenai teknologi. Tapi karena keterbatasan finansial orang tua, aku tidak bisa melanjutkan study ke pendidikan yang lebih tinggi.

Jangankan untuk kuliah, di bangku SMK saja aku sudah merasakan kalau disini kurang nyaman, mulai dari uang untuk sekolah nggak di kasih, ongkos gak di kasih. Di suruh cari sendiir, sementara aku gak punya motivasi, karena penampilan udah buruk dari awal, kepercayaan diri berkurang.

Waku mau ujian, aku di keluarkan dari kelas karena belum membayar uang SPP sekolah. Tapi beruntungnya ada salah satu guru yaitu Mam Wulan, membantu aku buat bayarin SPP itu, dan akhirnya aku bisa mendapatkan kartu ujian dan ikut ujian kembali.

Orang tuaku sama sekali gak kefikiran akan hal ini, buktinya anak-anaknya pada goblok semua. Di sini hanya aku yang punya laptop hanya aku yang bisa membuat pekerjaan sendiri, dan punya ide uuntuk menghasilkann uang, sementara adik-adiku gak ada. Adik nomor 1 sudah menikah dan berkeluarga, sehari-hari hanya bermain HP.

Adik nomor 2 mau menikah bulan ini, entahlah gak ada uang, gak ada modal, pekerjaan hanya bergaji 1.5 juta sebulan tiba-tiba mau menikah. Adik yang bungsu, tidak tamat SD cuma sekolah sampai kelas 3 SD dan sekarang cuma tidur rebahan main HP setiap hari.

Dia dulu sekolah, tapi kadang gak di kasih ongkos dan harus berjalan kaki dari sekolah samapi rumah, menepuh jarak 2KM pulang pergi. Dulu waktu aku sekolah SMK, pernah aku ajak bonceng dia untuk bersepeda berdua kesekolah, tapi karena dia kurang banget interaksi dengan sang kakak, jadi merasa gak pengen gitu jadi merasa keberatan.

Dan saat ini aku nggak tahu nasibku mau di bawa kemana, aku selalu berjuang mengumpulkan uang 100 juta pertama. Berharap di tahun 2026 sudah terkumpul uang tabungan 100 juta pertama sebagai fonadasi, karena aku pengen memanjakan diri, pengen punya rumah terlebih dahulu sebelum aku menikah.


Di saat keluarga sulit, dalam kondisi kemiskinan di bawah midle income, adik2 malah mau nikah lebih dulu. Adik perempuan, adik pertamaku menikah dengan budget 15 juta. Cuma bayar dekorasi, sewa baju, dan catering. Sementara music, tenda itu di pinjamin hasil dari bantuan tetangga.

Adik nomor 2, mau menikah juga dgn gaji masih 1.5jt sebulan, dan juga modal nya hasil minjam sana-sini. Pinjam uang 10jt, alasanya karena di paksa nikah oleh pacar nya, saya sih mamrah kalau cewek yang memaksa adik saya menikah. Sebab dia masih di bawah saya, masih di bawah standar untuk menafkahi orang lain.

Hirerarki keluarga sudah hancur, para adik2 sudah punya anak nanti. Sementara kakanya belum, daripada anak sang kakak harus memanggil anak adik dengan sebutan kakak, lebih baik saya melepaskan alur hirerarki keluarga. Adik bukan lagi adik saya, dan anak mereka tidak punya hubungan apapun dengan saya. Sehingga lebih lepas dari hirerarki itu.

Di umur yang ke 27 tahun ini, saya lebih suka menikmati hidup. Setiap hari bekerja sebagai full stack developer, berpenghasilan, menabung, membeli produk/alat yang aku suka, dan menantikan hal yang sangat dinantikan yaitu bisa kebeli rumah sendiri di umur sebelum 30 tahun.

Nikah belakangan, aku gak mau hidup susah seperti roda. Hidup hanya untuk makan, bekerja hari ini untuk makan besok, dan besok sudah habis nggak ada lagi uang persiapan, entah itu untuk dana darurat, untuk anak sekolah, istri sakit, dan sebagainya. Nggak kaya bapak, hidup penuh berharap kasih dari orang lain.

Rumah, di buatkan oleh sanak keluarga, 30 tahun lebih dia bekerja belum pernah kebangun dengan rumah. Bisa memperbaiki rumah karena dapat bantuan pemerintah, anak sekolahnya gagal semua, gak ada yang jadi orang, gaji udah lebih dari 30 tahun gak naik. Setelah nenek meninggal, orang jadi kurang peduli, dan gak ada lagi yang mau mengasihani, jadi dirinya langsung berat.

Anak mau sekolah berhutang dengan sanak keluarga, anak mau kawin berhutang dengan sanak keluarga, butuh buat beli ini itu berhutang. Setiap berhutang gak pernah di bayar, kemampuan bayar sangatlah rendah, sering ngumpet / sembunyi ketika orang dateng menagih hutang.

Tagged : #Pekerjaan , pada Kamis, 02 Oktober 2025 12:14 WIB