Ketika anak menikah lebih dulu, di saat ekonoimi masih rendah!

Pernikahan kakak adik

Dari awal aku suadah nggak setuju adik menikah lebih dulu, dan aku juga sudah ragu kalau adik bisa menikah. Bagiku, menikah itu bukan hanya sebatas akad dan selesai begitu saja, tapi lebih dari itu. Setelah pernikahan sang suami harus menafkahi istri lahir batin, harus membayar kebutuhan hidup.

Keluarga bapak saja sudah menggambarkan bagaimana kehidupan setelah menikah. Dulu, kita mau sekolah di lempar-lempar, saya di lempar ke rumah nenek bersekolah di rumah nenek, begitu balik rumah kembali malah kesusahan biaya sekolah anak, akhirnya? Uang makan yang di korbanin.

Setiap ada kebutuhan mendadak pasti berhutang, minjam ke sana, minjem ke sini. Setiap hutang yang di buat banyak yang gak di bayar, bisa di bayangkan betapa kesal nya orang yang minjemin uang tapi bayar nya lama. Pada akhirnya lupa, nggak keinget dan hutangnya itu lunas tak terbayarkan.

Saya punya adik gadis, ia menikahh di tahun 2020 lalu. Setelah berkeluarga, dan sering mengalami masalah finansial adik ku itu meinjam uang pada kakakny. ( Aku sendiri ), walaupun nominal nya kecil sih, tapi dari setiap meminjam itu gak di kembalikan. Lama sekali dia kembalikan, kalau di hitung udah banyak dia pinjam uang kecil-kecil.

Dulu saat pernikahan pertama adik, malah kita yang di repotkan. Dia tinggal di sini, nggak keluar ongkos apapun. Berasa nambah orang, kalau begitu lebih baik bekerja daripada menikah. Menikah malah nambah orang, saya sendiri kadang mau jajan ( kelaparan siang ), gak bisa karena orang banyak. Sekarang bapak mau mengizinkan adik saya yang kedua buat nikah!

Hanya karena bapak gak bisa menolak dengan tegas anak menikah, akhirnya malah berhutang sana sini. Di butuhkan uang 10 juta untuk menikahkan adik laki-laki, mana melangkahi kakaknya lagi. Harusnya tegas, kalau sang gadis tersebut benar-benar memaksa, bisa lah nikah di KUA ( Gratis ) tanpa pakai acara besar.

Kalau dia gak mau, dan menuntut untuk lebih ya batalkan secara sepihak. Ini malah keluarga yang repot, bapak repot mencari pinjaman sana sini, sampai mau menggadaikan rumah. Kemudian ibu saya juga begitu, sibuk bolak balik ke rumah nenek, mau minjam uang dengan kakak nya.


Dari awal aku sudah membaca, mana mampu adik bisa menikah dan berkeluarga, jelas adik di bawah kakaknya. Saya sendiri sebagai kakaknya dengan gaji penghasilan 4-6 juta sebulan saja nggak mikirin mau nikah kapan, yang ada dalam fikiran gimana cara mengelolah keuangan/finanasial, menabung buat membeli rumah.

Bapak saja udah lebih dari 30 tahun umur pernikahan belum pernah kebeli rumah. Ini rumah yang di tempati adalah warisan, warisan dari nenek, di berikan kepada bapak karena mereka merawat nenek ( ibu nya sendiri ).

Hanyaa di beri tempo waktu 40 hari sebelum menjelang acara pernikahan, apakah adik saya berfikir mau cari pinjaman? Nggak kefikiran sama sekali, setiap hari cuma senang diri karena akan menikah, gak memikirkan kalau dia sendiri yang butuh dana sebesar 10 juta sebagai biaya pernikahan.

Yang repot malah orang tua, kalau begini pernikahan itu malah menjadi seperti BOM Waktu. Saya sudah banyak melihat cerita kisah pernikahan, bagi mereka yang berkecukupan saja, nikah tanpa hutang sudah di landa masalah ekonomi. Ada yang berakhir dengan perceraian, ada juga yang bertahan dengan kehidupan miskin ekstrem.

Saya 20 tahun merasakan hidup dalam kemiskiann ekstrim. Makan cumam 1x sehari, kebutuhan nutrisi dan nilai gizi sudah tak terpenuhi, sekolah juga sering kali nggak ada ongkos atau uang jajan. Mau ikut kegiatan ekstrakurikuler, atau pelajaran tambahan seperti patungan untuk kegiatan kreatif atau membeli LKS aku gak mampu.

Kenapa? Karena si bapak tadi orang miskin, dulu pekerjaan cuma sebatas tukang beca, kini pekerjaan hanya sebatas tukang cuci steam. Penghasilan sebulan jelas tidak mencerminkan cukup untuk biaya kebutuhan, gimana mau membayar hutang. Itu yang perlu di fikirkan, sudah aku bilang pernikahan ini adalah BOM waktu.


Tadi pagi, bapak menawarkan kepadaku meminta pinjaman uang 4.500.000, dengan menjaminkan surat tanah. Kalau se-andainya tidak bisa bayar, tanah ini bisa jadi miliku. Aku sih ragu, kalau sebelumnya saja pernah berhutang dan jarang di kembalikan apalagi mau hutang lagi.

Dulu bapak sering berhutang kepada anaknya, saat kami menabung mengumpul uang, di pakai buat beli beras, di pakai baut beli kebutuhan lain, tapi nggak di kembalikan. Surat tanah, nggak ada gunanya. Bahkan saya gak bisa menjual surat tanah ini, karena tanah ini adalah hasil pemberian nenek.

Kalau ayah gadaikan tanah ini, itu artinya dia melangkahi aturan yang sudah di buat oleh sanak nenek. Nenek sendiri punya sanak keluarga, dan sanak keluarga nenek inilah yang dulunya gotong royong membangunkan bapak rumah.

Waktu nenek meninggal, sanak dari keluarga nenek menyampaikan pesan. Dia bilang begini "Sesulit apapun hidup, tanah ini jangan pernah di jual". Itu ucapanya, mereka itu peduli pada kita, mereka tahu kalau tanah ini sampai di jual, maka gak ada lagi kemampuan untuk membayar tempat tinggal.

Ucapan mereka memang benar adanya, bapak sendiri 30 tahun usia pernikahan gak pernah punya kemampuan membeli rumah. Ketika kita semua sudah bekerja, menghasilkan uang, malah uang kita yang di gerogoti patungan buat memperbaiki rumah. Udah beberapa kali, patungan bangun kamar mandi, patungan bangun garasi parkir, patungan buat bikin pagar, patungan buat beli mesin pompa air, dan lain sebagainya.

Aku sih berfikir secara realistis saja, adik itu sudah bekerja selama 5 tahun. Dia awal bekerja waktu sekolah, dan dia pertama kali yang berhasil membeli kendaraan bermotor sebelum aku. Berpenghasilan sehari 30-50rb atau kalau rame bisa 80rb estimasi sebulan bisa 1.8 juta.

Musim hujan gak dapet penghasilan, selama 5 tahun bukan gak pernah mencari peluang kerja lain. Tapi sudah sering menyetorkan surat lamaran di berbagai recruitment, naytanya gak ada yang berhasil di terima. Nggak ada perkembangan masih seperti itu saja, sangat jauh dari kata mampu.


Semua ini adalah ulah dari pacar sang adik, dia yang memaksa, menekan, menyebarkan informasi, dan membuat pernyataan ingin segera di nikahi. Orang ini sepertinya perlu dapat pelajaran, orang tua saya sih boleh setuju. Dan mereka sekarang sedang menerima konsekuensi dari keputusan yang mereka buat sendiri.

Mereka kesulitan mencari pinjaman untuk biaya pernikahan adik. Aku sebagai kakak, ingin memberikan saran, kalau sudah nggak mampu di awal, sudah lebih baik di batalkan saja pernikahanya. Bapak dulu waktu kenalan bilang begini "Kalau ada Rezeki, pasti bisa" Seolah-olah meyakikan pihak cewek kalau itu benaran terjadi.

Buktinya, sampai sekarang rezeki dari mana? Gak ada rezeki dari manapun. Saya juga melihat adik saya sendiri udah muak, sok kesenangan karena mau menikah, nggak mikirin kalau soal nikah itu banyak persapan biaya. Biaya nikah hanya permulaan, setelah nikah banyak kebutuhan biaya.

Biaya hidup/makan kebutuhan mkaan kisaran 2jutaan, biaya listrik, biaya air, biaya pajak bumi dan bangunan, biaya pajak kendaraan, biaya persalinan istri, biaya kebutuhan anak, biaya kuota bulanan ( 2 hp istri dan suami ), kalau ngontrak gak ada PBB biaya kontrakan bulanan, dan biaya lain.

Kalau di level awal saja gak sanggup, bisa jadi penerus keluarga dengan kemiskinan struktural. Fondasi awal untuk keluar dari kemiskinan struktural minimal sudah matang dalam hal finansial, punya penghasilan cukup, punya rumah tinggal. Minimal itu.

Tagged : #Pernikahan , pada Rabu, 27 Agustus 2025 17:27 WIB