Ketika orang tua tidak punya ketegasan, hirerarki keluarga jadi hancur!

Dalam sebuah dunia kemiskinan struktural, ayah saya sangat berusaha untuk mengusir orang di rumah. Bagi saya, seorang ayah yang ada saat ini merupakan orang bodoh, kurang berpengalaman, bahkan bukan type father leader. Lebih dri 20 tahun bekerja, nggak pernah naik gaji nya, bertahan dengan pola kehidupan miskin seperti roda.
Dulu, ayah saya bekerja sebagai seorang tukang becak. Penghasilan sebagai seorang tukang becak nggak menentu, pekerjaanya lebih banyak bersantai diparkiran becak, sementara itu anak nya ada 6 orang. Pekerjaan yang tidak menentu, harus menghidupi anak dan istri.
Akibatnya, kami hidup dalam kemiskinan. Aku sendiri yang mengalami, sekolah hanya di beri uang jajan 1000/hari, nggak sarapan. Makan cuma 2x dalam sehari, nggak ada akses ke kesehatan. Bahkan ketika aku sakit nggak pernah bapak bawa ke rumah sakit, ketika aku sakit gigi nggak pernah di bawa ke dokter gigi.
Selama 20 tahun lebih, nutrisi yang di makan cuma Mie Instan, Telur, Tahu. Nggak ada belanja rutin ke pasar, nggak ada beli baju baru, nggak ada tagihan listrik, ketika anak menjelang masa sekolah. Anak2 nya malah di sebarkan di usir ke rumah nenek, biar sekolah di sana.
Sebagian masih ada sekoalah di rumah, uang makan jadi taruhan. Penghasilan Sehari Rp 30.000 - 70.000, saat semua anak usia sekolah. Sebagian uang di alokasikan untuk ongkos, porsi lebih besar. Sementara uang makan hanya sedikit, kami sering kelaparan.
Bapak tipe orang yang temperament, pemarah, ketika marah semua sumpah serapah, hingga mengusir kami. Semua anggota keluarga pernah di usir, mamak saya sudah sering di usir dan pulang ke rumah nenek, ibu nya sudah sering di usir, begitu juga saya sendiri dan adik-adik saya.
Kali ini, adik saya yang nomor 2 mau menikah. Pernikahan bukan di dasari karena sudah sannggup berumamh tangga, tapi di dasari dari konflik pacaran. Orang tua dari cewek mendatangi keluarga sanak dari ibu, dan meminta keseriusan karena adik sudah pacaran.
Anehnya para orang tua tidak menilai kemampuan mereka, adik saya masih kecil, bahkan di bawah saya sendiri. Selama 3 tahun terakhir, bahkan saya sendiri melihat. Kasur tempat tidurnya kotor kumuh, tempat tidur nya banyak sekali sampah, pulang bekerja hanya bermain HP chat sana-sini dgn pacarnya. Termasuk tipe orang main HP sambil rebahan.
Adik saya pekerjaanya sama seperti bapak, penghasilan 1.5 juta sebulan. Tabunganya sudah banyak habis, di habiskan selama masa pacaran, beli kue ulang tahun, beli hadiah untuk cewek, hingga beli cincin emas.
Tapi orang tua nggak punya sifat ketegasan, bukanya menolak dengan tegas, tapi malah mengarahkan pada kejadian. Pada akhirnya kebodohan mereka di makan sendiri, pada susah sakit mencari dana untuk biaya pernikahan sebesar 10 juta.
Adik saya mana kefikiran mau mencari dana tersebut kemana, tapi bapak saya ini punya kebiasaaan berhutang. Dari dulu sampai sekarang hutang terus, semua orang di sekeliling, sanak keluarga, hingga anak-anaknya sudah banyak benci dengan bapak. Dia bisa mau berhutang, tapi ketika membayar susah sekali. Banyak hutang yang tidak di bayar, kemudian di lupakan oleh pemberi hutang.
Kebutuhan yang mendadak seperti ini, di suruh lah mamak saya, minjam uang ke kakaknya. Akhirnya di beri, betapa bodohnya seorang bapak seperti itu. Seharusnya berfikir sebelum membuat keputusan, kalau gadis tersebut memang benar-benar menginginkan adik saya mau menikah, nikah di KUAH gratis.
Kalau mereka banyak permintaan bisa di jadikan alasan untuk membatalkanya, itulah kebodohan terbesar dari seorang ayah. 26 Tahun saya hidup, bahkan seorang bapak nggak pernah kebangun dengan RUMAH, rumah yang di tinggali ini hasil kongsi sumbangan dari berbagai piahak.
Dapat bantuan dari pemerintah, akhirnya bisa di buat beton, sebelumnya hanya dinding kayu. Tanah ini juga merupakan tanah warisan dari nenek ( EMAK Nya Bapak ), dan dulu pernah menjadi tanah sengketa, di perebutkan oleh adik-beredik bapak, bahkan ceritannya mau di jual untuk membayar hutang.
Kehidupan saya itu sudah menggambarkan kalau kita ini miskin, belum ada yang sanggup berkeluarga. Bahkan saya sendiri yang kini mendapatkan penghasilan 5 juta per bulan, belum ada kefikiran mau menikah. Dalam fikiran saya hanya ingin membeli rumah, mencari ketenangan hidup, dan menjauhi bapak.
Saya sudah paham kalau hidup di sini sudah nggak dapat warisan, warisan apa yang di harapkan dari seorang bapak yang temperament. Ibu saya itu, selama 20 tahun lebih nikah udah sering kena tempeleng. Di tendang, di jelekin, di kata-katain, sampai stress.
Menurut saya pernikahan adik yang kedua ini sudah merusak hirerarki struktural keluarga. Saya sendiri memang tidak ingin adik punya anak lebih dulu, seolah-olah menggurui kakaknya. Saya ingin sukses dulu, baru memikirkan untuk berumah tangga.
Tapi karena orang tua saya begitu, jadi masalah kacau. Bahkan anak gadisnya yang sudah menikah lebih dulu di tahun 2020 lalu, masih mempertahankan sifat kebodohanya. Setiap hari main HP, mendidik anak dgn cara menjerit-jerit, ketika datang ke sini nggak pernah ada mau masak, nyapu lantai, nggak ada.
Begitu habis mandi, semu apakaian di letakan ke ember. Pada akhirnya mamak yang cuci, saya paling benci orang dengan sifat seperti itu. Menikah itu bukan cuma bisa berkembang biak, bukan hanya kawin saja yang di fikirkan, tapi banyak aspek. Harus bisa mengelolah finansial, harus punya rutinintas, pola fikir yang cerdas, dan jiwa kepemimpinan.
Ini nggak, dari ayah yang orang bodoh, menghasilkan generasi bodoh. Orang miskin memproduksi orang miskin baru secara struktural. Satu-satunya orang yang paling saya cintai adalah emak, nggak ada yang lain. Bapak, orang yang gak bisa di percaya, tidak pandai berbicara, dan juga pemalas.
Adik saya memilih jalan nya sendiri, menikah lebih dulu di saat mereka sedang sulit. Jangan harap saya mau bantu, nikah itu kalau sudah mampu. Pola fikir nya saja belum karuan, sudah mai menikah. Aku melihat dengan mata dan kepala sendiri, bagaimana tempat tidur nya, sangat kotor, kasur yang sudah jelek gak layak pakai, tempat tidur banyak sampah nggak di bersihkan.
Menikah itu bukan hanya sekedar kawin, tapi lebih dari sekedar itu. Orang yang berkeluarga butuh rumah, butuh penghasilan yang stabil, butuh father leader ( orang tua yang fikiranya udah matang ). Adik? Bisa apa dia, penghasilan hanya 1.5 juta sebulan, harian hanya 35rb-60rb.
Nikah juga udah seperti nggak modal, cuma hanya mencari 10 juta saja ngemis minjam sana-sini. Kalau se-andainya nggak mampu ya gak usah, gak perlu memaksakan diri. Kalau cewek nya yang nuntut sederhana saja, nikah di KUA ( gratis ) cuma bayar biaya administrasi. Kalau dia banyak permintaan, pakai pelaminan, pakai acara, mending di tolak!
Jadi orang harus punya ketegasan, kalau soal pernikahan saja sudah di permainkan oleh calon mempelai perempuan bagaimana nanti setelah berkeluarga. Punya otak seharusnya di pakai buat berfikir, bukan cuma di pakai buat makan doang. Aku sih sudah persetan dengan hal tersebut, karena hirerarki keluarga sudah hancur.
DI mulai dengan adik perempuan, yang punya anak lebih dulu dari kakaknya. Itu saja sudah hancur, apakah aku menjalin hubungan baik dengan anaknya? Aku rasa nggak, gimana jadi nanti nya saat kakaknya menikah dan punya anak. Nggak akan mungkin anak dari kakak harus memanggil kakak dengan anak sang adik, ini super tolol se-dunia.
Tagged : #Pernikahan , pada Jumat, 19 September 2025 22:49 WIB